Deretan warung di Wirobrajan, Yogyakarta, ini dikenal sebagai Warung Makanan Roh Halus. Seperti namanya, warung-warung ini memiliki menu yang tak lazim dan tentu saja, bukan untuk manusia melainkan roh halus.
Kalau roh halus kelaparan, ke mana mencari makanan?
"Roh halus itu juga butuh makan seperti manusia," ujar Bambang Siswanto (51), pemilik Warung Makanan Roh Halus di bilangan Wirobrajan, Yogyakarta.
"Roh halus itu juga butuh makan seperti manusia," ujar Bambang Siswanto (51), pemilik Warung Makanan Roh Halus di bilangan Wirobrajan, Yogyakarta.
Cuma, tidak seperti manusia, yang makan setiap hari, menurut Bambang, roh halus hanya makan di hari-hari tertentu, semisal Selasa Kliwon, Jumat Kliwon, malam Jumat Legi.
Jenis-jenis makanan para arwah itu sedikit lain dari sebagian besar kita, terdiri dari bermacam-macam bunga. Mulai dari kembang setaman, sripah, macan kerah, sampai sabetan.
Itu pula yang disediakan warung ini. Namun, tak sebatas bunga, warung ini juga menyediakan perlengkapan sesaji untuk keperluan ritual caos dahar (dalam Bahasa Jawa artinya memberi makan).
Sebab kata Bambang, tiap-tiap roh halus punya selera masing-masing. "Tergantung pas konsultasi (roh halus) mintanya apa," kata Bambang.
"Buat manusia memang kadang permintaannya aneh. Tapi, buat saya yang sudah mengetahui, tidak aneh lagi, cuma langka. Umpama, minta dibuatkan ayam putih mulus atau merek dupa yang jarang ada di pasaran," kata Bambang soal varian ala carte yang juga tersedia.
Bambang mengelola warung bersama istri dan empat karyawan. Warung yang beroperasi dari pukul 06.00 WIB sampai tengah malam tersebut beromset Rp 5 juta-Rp 8 juta per hari, terutama di Bulan Ruwah dan malam Jumat Kliwon, malam yang dianggap paling seram dan puncak dari aktivitas roh halus, termasuk aktivitas kulinernya.
Warung Bambang tergolong yang paling laris. Pelanggannya warga sekitar, termasuk sejumlah abdi dalem Keraton Yogyakarta. "Ada yang untuk mencuci pusaka dan untuk ritual lain," ujar Mas Mangun Radiya, seorang pelanggan warung.
Untuk merebut selera pelanggan, warung ini memasang standar tinggi terkait bunga segar. "Saat nyekar, kalau dikasih bunga tidak segar kadang roh halus itu mendatangi yang kirim tadi. Dia bilang 'kok saya dikasih makanan busuk, mbok makanan yang baru, apa tidak ada? Pernah ada yang nanya kayak begitu ke pelanggan yang beli," kata Tri Waryanti, 47, istri Bambang yang melayani pembeli
Kalau lapar emosinya timbul
Menurut Bambang, ada satu kemiripan antara roh halus dan manusia. "Kalau manusia lapar emosinya yang timbul".
Menurut Bambang, ada satu kemiripan antara roh halus dan manusia. "Kalau manusia lapar emosinya yang timbul".
"Begitu juga roh halus, pas ada yang tidak dituruti dan kita tidak bisa menjinakkan, nanti ada efeknya juga," kata Bambang.
Apa efeknya? "Nanti bisa kesurupan, ada hal-hal yang aneh. Seperti kena sawan, badan kok lemas. Hal-hal seperti itu yang kita khawatirkan".
Tri menimpali, roh halus yang mudah ngamuk kalau lapar itu macam-macam jenisnya. Sebab, menurutnya, roh halus juga punya karakter, ada yang kasar ada yang biasa.
"Kalau yang kasar kayak buto ijo, itu kan untuk ingon-ingon (peliharaan). Itu kalau tidak dikasih makan mesti ngamuk. Setiap Jumat Kliwon, Selasa Kliwon mesti dikasih makan," kata Tri.
Tahayul?
Pada masanya, tradisi ini berlangsung lancar-lancar saja. Belakangan, sekelompok masyarakat beralih ke pemahaman Islam lebih konservatif, menganggap hal ini merupakan tahayul, bentuk kemusyrikan yang harus diberantas.
Pada masanya, tradisi ini berlangsung lancar-lancar saja. Belakangan, sekelompok masyarakat beralih ke pemahaman Islam lebih konservatif, menganggap hal ini merupakan tahayul, bentuk kemusyrikan yang harus diberantas.
"Saya Muslim tapi kita juga percaya ada alam lain," ujar Bambang, yang teguh memegang tradisi Jawa.
Sementara itu, Raden Mas Hertriasning keturunan Keraton Yogyakarta dari Hamengku Buwono VIII yang rutin menggelar ritual caos dahar mengatakan, "Agama tanpa budaya tidak mengalami proses aktualisasi, begitu pula budaya kalau tanpa agama nanti juga tidak punya landasan".
"Kalau ada yang bilang itu musyrik (menyimpang dari agama) ... mungkin cara pandang mereka agak berbeda. Penyampaian batiniah secara Jawa tidak mungkin sama dengan penyampaian batiniah secara agama, tapi intinya kan semuanya memuja kepada yang satu titik". (BBC Indonesia)
sumber : Tribun jateng